Matematika masih menjadi “Momok” , khususnya di SD, mengapa? Bukankah banyak orang menyatakan ia ilmu pasti (tentu tidak berubah bukan). Matematika sebenarnya bukan ilmu pasti, tetapi ilmu yang mengajarkan berpikir logis (paling banyak linear!). Coba kalau matematika di pandang dengan ketidakpastiannya tetapi logikanya! Tentu lebih menyenangkan!
Lihat!
Berikut soal cerita!
Pak Ali memiliki telur 69 yang dibawa dengan kantong, di perjalanan 3 telurnya pecah. Karena takut tidak cukup bila dimasak untuk hajatan nanti, ia membeli 72 telur lagi! Berapakah telur pak Ali sekarang?
a. SIswa A menjawab….. (69-3)+72 = 138
b. Siswa B menjawab… . 69 + 72 = 141
Diketahui:
1) Telur Pak Ali awalnya = 69 telur
2) Telur Pecah = 3 telur
3) Membeli lagi = 72
Jadi telur Pak Ali sekarang … (69-3)+72 = 138
d. Siswa D menjawab
Diketahui:
1) Telur pak Ali = 69 telur
2) Pecah = 3 telur
3) Membeli telur lagi = 72 telur
Jadi telur pak Ali sekarang…> 69 + 72 = 141 yang terdiri dari 138 telur utuh ( 141-3) dan 3 telur pecah!
Coba kita analisis jawaban keempat jawaban tersebut! Manakah jawaban yang benar dan mana yang salah? Apakah justru jawaban benar semua? Atau hanya c saja yang benar! Atau D saja yang benar!
Fakta di lapangan ternyata banyak guru yang membuat kunci jawaban a dan sebagian jawaban c. Jawaban a adalah guru yang hanya melihat matematika itu pasti (berdasar persepsi guru!), jawaban c adalah guru yang juga memperhatikan juga proses memperolehnya! Bagaimana jawaban b (rata-rata guru menyalahkan, mereka tidak mau tahu bagaimana guru berpikir bukan bagaimana anak berpikir!)
Selanjutnya, bagaimana jawaban d? Guru yang tidak hanya memaksakan berpikir dalam skema berpikir guru, maka jawaban anak ini sungguh luar biasa! Mari kita analisis!
a. Telur pak Ali memang benar 141 yang terdiri dari 138 telur utuh dan 3 telur pecah?
b. Pada permasalahan soal yang selanjutnya pertanyaan yang diajukan adalah berapa telur pak Ali sekarang? Jadi telur pak Ali tidak hanya yang utuh saja bukan? Yang pecah pun telur pak Ali! (catatan: Faktanya di pasar ada yang menjual telur utuh, telur retak, telur pecah, bahkan ada yang menjual putih telur saja karrena yang kuning untuk membuat kue).
Jadi! Bagaimana pemahaman konsep matematika ini ternyata masih rancu bukan? Bagaimana kalau guru menyalahkan jawaban d! Berarti guru tidak memberikan peluang anak untuk berpikir jauh lebih luas dan bijaksana! Padahal jawabn d merupakan jawaban yang justru paling logis bukan?
Jadi!
Apakah kita akan menjadi guru yang membunuh siswa-siswa yang memiliki cara berpikir seluas dan sebijaksana itu? Apakah justru kita memilih jawaban a, yang faktanya ada anak yang menjawab a karena melirik pekerjaan teman sebangkunya! Selanjutnya bagaimana kita mensekor kemampuan siswa memahami pertanyaan, menentukan operasi hitungnya, proses menghitung, dan menemukan hasilnya? Bila matematika itu ilmu pasti, maka pertanyaan sendiripun tidak pasti bukan? Bila ia ilmu berpikir logis, kenapa kita tidak mengembangkan cara pengamatan, pensekoran, dan penilaian yang berbasis logika anak..
0 comments:
Post a Comment